Senin, 03 Desember 2012

Globalisasi sebagai bentuk Neo-Lib

Tulisan ini menyambung tulisan sebelumnya mengenai gerakan sosial anti-globalisasi. 
Banyak pihak melihat gerakan anti globalisasi sebagai tanggapan kritis terhadap pengembangan neoliberalisme, yang secara luas dianggap telah dimulai oleh kebijakan Margaret Thatcher dan Ronald Reagan menuju kapitalisme laissez faire pada tingkat global dengan mengembangkan privatisasi ekonomi negara-negara dan melemahkan peraturan perdagangan dan bisnis. Para penganjur neoliberal berpendapat bahwa peningkatan perdagangan bebas dan pengurangan sektor publik akan membawa manfaat bagi negara-negara miskin dan kepada orang-orang yang miskin di negara-negara kaya. Kebanyakan pendukung antiglobalisasi sangat tidak sependapat, dan menambahkan bahwa kebijakan neoliberal dapat menyebabkan hilangnya kedaulatan lembaga-lembaga demokratis. Kondisi Indonesia saat ini merupakan dampak dari neoliberalisasi yang juga mencengkeram negara kita. 

Seperti yang telah dituliskan di atas bahwa negara memberikan kebebasan sebebas-bebasnya kepada para pemodal asing melalui dan dilindungi undang-undang. Ini dinamakan deregulasi, dimana pemodal asing bisa mengintervensi pemerintah dan ikut memutuskan kebijakan-kebijakan. Kemudian, pemerintah juga dilarang untuk ikut campur ke dalam usaha yang dikelola oleh asing. Dampak dari globalisasi yang lain adalah lepasnya aset-aset negara ke tangan asing, seperti air, tanah, bumi, dan kekayaan alam yang di dalamnya. Ini bahkan sudah melanggar UUD pasal 33. Jadi siapa dasar negara kita sekarang? Ya para pemodal.  

Lalu apa saja produk globalisasi di Indonesia? Hampir segala aspek kehidupan saat ini adalah produk dari globalisasi. Misalnya Aqua (Danone, Prancis), kecap bango, pepsodent, sunsilk, lux, rexona (Unilever, Inggris). Bahkan kedelai dan jagung pun adalah produk dari globalisasi. Mengapa demikian? Karena negara telah memberika ijin pada asing untuk mengelola pertanian di Indonesia juga. Bahkan ada rumor yang beredar bahwa saat singkong atau ketela pohon juga akan diolah oleh asing. Itu masih kebutuhan pokok sehari-hari, belum lagi handphone, kartu HP, laptop, sepeda motor, dll. Jadi jangan dibayangkan bahwa produk globalisasi di Indonesia seperti starbucks, kfc, mc donalds, zara, adidas, dll.

Privatisasi, deregulasi, lepasnya campur tangan pemeritah, lepasnya jaminan sosial bagi warga negara, dan berlakunya prinsip ekonomi di dalam segala aspek kehidupan merupakan ciri-ciri dari neoliberalisme. Sedangkan globalisasi merupakan gerbang dari neoliberalisasi itu sendiri. Oleh karena itu, saat ini kondisi Indonesia seperti tikus yang sekarat di dalam lumbung, sama seperti keadaan Indonesia ketika masih dijajah oleh Belanda puluhan tahun yang lalu.

4 komentar:

  1. Indonesia semakin bukan milik Indonesia

    BalasHapus
  2. indonesia juga belum merdeka, sjk portugis menjajah smp sekarang.
    anw, thanks soooooo much for your comment, madame :*

    BalasHapus
  3. hmppfffhh kalo gini sebenarnya ngga ada harapan juga sih Indonesia di ikutsertakan dalam AEC

    soalnya yaa, apa yang bisa di-appeal Indonesia sebagai miliknya :/

    BalasHapus
    Balasan
    1. krn rata2 kontrak sdm indonesia dihisap sm asing dari yg paling 'sebentar' 30 tahun sampai 150tahun, jadi mungkin bisa tp 50 tahun lagi ^^

      anw, ini fist comments dari ukhti semua, terharu deh :') arigatou, na-chaaan :))

      Hapus