Kamis, 06 September 2012

Mengenang 8 Tahun Terbunuhnya Munir

Di dalam postingan kali ini, saya mau menulis, cop-pas lebih tepatnya, tentang Munir.
Jangan sampai anda bertanya dalam hati, "Siapa Munir?" Kalau itu memang muncul dalam pikiran anda, maka selama beberapa tahun anda hidup sebagai WNI, rasa cinta tanah air anda hanyalah berisi sawang (rumah laba-laba) dan debu.
Dan postingan ini memperingati 8 tahun meninggalnya Munir. Atau bisa dikatakan 8 tahun terbunuhnya Munir.


Munir Said Thalib, lahir 8 Desember tahun 1965, dibunuh pada tanggal 7 September 2004 di pesawat Garuda Jakarta-Amsterdam. Ia meninggal pada umur 38 tahun karena terkonsumsi racun arsenik dalam penerbangan menuju Belanda untuk melanjutkan studi masternya di bidang hukum. Munir adalah pria keturunan Arab yang juga seorang aktivis HAM Indonesia.


Saat menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Usai kepengurusannya di KontraS, Munir ikut mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial.

Selama hidupnya ia selalu berkomitmen untuk selalu membela siapa saja yang haknya terdzalimi.

Tidak gila harta, pangkat, jabatan, dan juga fasilitas. Ia membuktikannya dengan perbuatan.  Di tengah maraknya pejabat berebut fasilitas, Munir malah tidak tergoda. Ia tetap menggunakan sepeda motor sebagai teman kerjanya. Seorang tokoh kelas dunia yang sangat bersahaja. Tanggal 16 April 1996, Munir mendirikan Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) 


Paling sedikit ada 13 ''kasus'' yang ditangani Munir, yang menurut analisa banyak pihak, beberapa diantaranya menjadi sebab ia dibunuh :
  1. Munir menjadi penasihat Hukum masy Nipah, Madura, dlm kasus permintaan pertanggungjawaban militer atas pembunuhan 3 petani,1993
  2. Penasihat Hukum Sri Bintang Pamungkas (Ketua Umum PUDI) dalam kasus subversi dan perkara hukum Administrative Court (PTUN) untuk pemecatannya Sri Bintang sebagai dosen, Jakarta; 1997
  3. Munir menjadi penasihat Hukum Muchtar Pakpahan, Ketua Umum SBSI, dalam kasus subversi, Jakarta; 1997
  4. Munir menjadi penasihat Hukum Dita Indah Sari, Coen Husen Pontoh, Sholeh (Ketua PPBI/ang PRD) dalam kasus subversi, Surabaya;1996
  5. Munir menjadi penasihat hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan dalam kasus kerusuhan PT. Chief Samsung; 1995
  6. Munir menjadi penasihat Hukum bagi 22 pekerja PT. Maspion dalam kasus pemogokan di Sidoarjo, Jawa Timur; 1993
  7. Munir menjadi penasihat Hukum G.Junus Aditjondro (Dosen Satyawacana, Salatiga) dalam kasus penghinaan terhadap pemerintah, Yogya;'94
  8. Munir menjadi penasihat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998
  9. Munir jd penasihat Hukum dlm kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
  10. Munir menjadi penasihat hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi 1 dan 2; 1998-1999
  11. Munir menjadi Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999
  12. Munir menjadi Penggagas Komisi Perdamaian dan Rekonsiliasi di Maluku 
  13. Bersama Kontras, Munir menjadi Penasihat Hukum dan Koordinator Advokat HAM dalam kasus-kasus di Aceh dan Papua

Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.

Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.

Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya.Namun demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa.


 Ada 2 kalimat yang sengaja saya tegaskan di atas.
Yang pertama, Munir merupakan orang yang mempunyai komitmen untuk membela hak-hak yang terdzalimi. Itulah yang seharusnya dilakukan oleh seluruh umat manusia yang bermoral. Tidak seperti yang sekarang banyak terjadi, banyak yang cari aman. Apakah anda bagian dari manusia-manusia yang cari aman itu? Kalau iya, jangan berani menatap wajah para malaikat jika anda dipanggil kelak. Setidaknya itulah yang selama ini saya yakini. Jika saya membiarkan kedzaliman terjadi di depan mata saya, maka saya akan sangat malu jika kelak berhadapan dengan Tuhan.

"Barangsiapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu cegahlah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah iman." (Hadits riwayat Imam Muslim).
Yang kedua adalah ketidaktegasan dan kebohongan yang dilakukan oleh para pemimpin negara ini. Mereka menjanjikan untuk menguak kasus Munir hingga tuntas. Tapi apa yang kita dapat hingga saat ini? Sampai terjadi peringatan 8 tahun terbunuhnya Munir adalah karena tidak tuntasnya pengusutan kasus pembunuhannya hingga saat ini. Inikah bentuk apresiasi negara pada salah satu anak bangsa yang justru berniat untuk menyelamatkan bangsanya?
Ironisnya, negara lainlah yang justru memberikan penghargaan pada jasa-jasa Munir yaitu dengan mengabadikannya sebagai nama sebuah salah satu jalan di kota Den Haag, Belanda.
Mereka, para pemimpin negara, memang hanya ahli dalam merebut sumber-sumber kekuasaan untuk perut mereka sendiri. Jangankan mengurus satu kasus keadilan, mereka bahkan tega kok membuat rakyatnya makan dari mengais sampah! (baca: Negeri Para Bedebah)
Kalau menurut saya, yang membuat SBY tidak bisa menguak kasus Munir adalah karena kekuasaannya sebagai presiden tidak independen. MUNGKIN, banyak orang yang menjadi penyokong kekuasaannya sekarang, terlibat dalam kasus Munir. Sehingga mustahil baginya untuk mengungkap kasus ini. Selain itu SBY menurut saya tidak mempunyai sifat egaliter. Menjadikan 'pemandangan' yang kita lihat yaitu: presidennya memang SBY, tapi dia masih punya 'tetua' yang harus dipatuhi.
Bagaimana dengan gejala Anomali? Jangan ditanya. Itulah Indonesia saat ini. Karena pemerintahannya selalu bisa diukur dengan uang, akibatnya negara tidak bisa melindungi warganya. Sehingga  kesadaran kolektif yang ada di masyarakat tidak lagi bisa diyakini. 
Di saat seperti ini, sosok seperti Bung Karno kembali dirindukan oleh rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan terhadap carut marutnya sistem pemerintahan.  


Tapi marilah kita melihat dari berbagai sisi. Jangan hanya bisa mengkritik dan menudingkan jari telunjuk ke orang/ pihak lain. Kita sebagai agen perubahan, apakah mahasiswa, pekerja, atau pelajar, sudahkah kita memberikan sesuatu kepada negara yang bisa merubah muka negara ini? Sudah bisakah kita pantas disejajarkan dengan Munir, Soe Hok Gie, Kartini, dan para pahlawan yang lain?
Jika belum, berhentilah untuk berkoar-koar tanpa landasan seperti para anggota DPR yang rapat saja bisa berakhir dengan bogem mentah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar