Minggu, 30 Oktober 2016

Sinopsis Kedudukan Perempuan dalam Islam - Buya Hamka

Sudah lama sekali tidak menyentuh blog ini. Sudah beberapa hari saya ingin menulis sinopsis dari buku-buku yang saya baca. Semoga hal ini bermanfaat. Ini juga karena saya hampir tidak memiliki bias terhadap kegemaran saya dalam membaca buku. Saya membaca buku hampir semua genre, semua sifatnya menambah pengetahuan. Dari buku agama, politik, sastra, sosial, biografi, filsafat hingga fiksi.

Dari kecintaan saya pada buku itu, saya ingin menularkan kepada orang lain untuk membaca buku-buku yang bermanfaat. Rasanya sayang sekali kalau buku-buku yang menurut kita bagus dan bermanfaat hanya berakhir di dalam ingatan kita kan. Maka dari itu saya ingin mencoba mengisi blog ini dengan review buku. Saya akan mencoba sekeras mungkin untuk tidak mengikutkan bias saya dalam sinopsis nanti. Sering kali kita menemukan orang yang pemikiran bahkan sifatnya berubah setelah HANYA membaca satu buku. Maka saya mencoba untuk netral. Kalau tidak netral, boleh protes ya di komen.

Saya bukan penulis yang baik jadi mungkin kalian akan menemukan ide-ide yang loncat. Sekali lagi, monggo komen untuk kritikan yang membangun hihi.

Kedudukan Perempuan dalam Islam

Penulis : Prof Dr Hamka

Penerbit : Pustaka Panjimas Jakarta, 1984


Saya bukan pengoleksi buku-buku lama. Buku ini saya ambil dari rak buku ayah saya yang juga sangat menyukai buku. Bahkan ayah saya sampai sekarang membacanya masih lebih cepat daripada saya.

Buku ini diterbitan karena pada saat itu mayarakat kita tidak memberikan kedudukan yang layak bagi kaum perempuan. Ini dikarenakan munculnya Rencana Undang-undang Perkawinan yang sekuler dan merendahkan martabat perempuan. Padahal Islam selalu mengajarkan kita untuk menghargai perempuan karena darimana kita lahir kalau tidak dari rahim seorang perempuan.

Perbuatan tidak menghargai perempuan digambarkan oleh penulis melalui kehidupan masyarakat pada jaman jahiliyah. Mereka sangat malu ketika istri mereka melahirkan bayi perempuan. Bayi perempuan kebanyakan langsung dibunuh ketika lahir kala itu. Kalaupun dibiarkan besar, mereka hanya boleh tinggal di rumah, tidak boleh diketahui siapapun dan hanya boleh mengerjakan pekerjaan rumah layaknya budak. Sampai tiba waktunya dinikahkan, mereka cepat-cepat memberikan anak perempuan mereka.

Perilaku Jahiliyah ini berlanjut sampai Rasulullah menyebarkan agama, kebaikan dan kasih sayang yang ditunjukkan melalui putri-putrinya. Beliau bahkan sering mencium putri mereka di depan para Sahabat. Kecintaan tersebut dibalas pula oleh salah satu putri Rasul, Fatimah yang sangaet sedih ketika Rasulullah sakit keras. Tapi kemudian kesedihan di wajah Fatimah berganti dengan kecerahan di wajahnya ketika Rasulullah membisikkan bahwa tidak lama setelah beliau meninggal, Fatimah juga menyusul. Subhanallah.

Selain itu, banyak pula ayat Qur’an yang turun untuk menunjukkan bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama. Ajaran Islam lah yang kala itu menyelamatkan nasib dan martabat perempuan.

Pada saat itu perang untuk membela Islam juga banyak terjadi. Kebanyakan muslimah merasa risau karena mereka melihat suami mereka berjuang membela agama dan mereka hanya bisa di rumah menjaga keluarga. Kemudian salah satu dari mereka bertanya pada Rasulullah mengenai kerisauan tersebut dan Rasulullah menjawab bahwa kemauan mereka untuk menjaga rumah dan keluarga akan mendatangkan pahala setara dengan pahala suami mereka ketika berperang dan gugur di jalan Allah. Keadaan ini dijadikan pembanding oleh penulis dengan keadaan saat itu, yang masih berlangsung hingga ini.

Pada saat itu, perempuan di Indonesia gencar menuntut bahwa perempuan tidak seharusnya hanya bekerja di rumah. Perempuan juga harus ikut berpartisipasi membangun negara dengan bekerja di ranah publik. Di ranah publik pun, perempuan harus mendapatkan kesetaraan dengan pria di segala bidang. Penulis tidak menyetujui hal ini karena menurutnya jika semua perempuan lebih memilih bekerja di ranah publik maka mereka akan menyisihkan keluarga mereka. Menurut penulis, kesetaraan bukan berarti laki-laki dan perempuan harus bekerja di dalam satu yang ranah sama dengan porsi kerja yang sama. Kesetaraan juga bisa diartikan dengan pembagian tugas yang adil antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki bekerja di ranah publik dan perempuan di ranah domestik. Oleh karena itu, Allah bahkan menjanjikan perempuan pahala yang besarnya sama dengan orang yang berperang membela Islam ketika perempuan berkemauan menjaga rumah, hak dan martabat suami dan keluarganya di rumah. Dari kisah ini saya berpendapat bahwa seharusnya ibu rumah tangga dimasukkan ke dalam kolom cita-cita , setara dengan dokter, presiden, insinyur, dll karena pekerjaan mereka yang tanpa kenal waktu, tanpa penghargaan bergengsi, hampir tanpa tanda jasa. Tapi tanpa ibu rumah tangga, keluarga akan mudah goyah karena tidak ada tiang besar yang menopang mereka.


Di buku ini juga dituliskan betapa kita harus memuliakan dan taat kepada ibu. Bahkan ada kisah di dalamnya ketika seorang muslim yang taat sakit keras tapi tidak kunjung juga meninggal. Ternyata dia memiliki kesalahan kepada ibunya dan sang ibu tidak juga memaafkan. Kemudian Rasulullah berkata bahwa anak itu akan dibakarnya saja karena sudah masa sakitnya yang sudah cukup lama. Mendengar hal itu, sang ibu langsung memaafkan dan sang anak langsung meninggal dengan ucapan memuji Allah.

Hal wasiat yang ditinggalkan untuk perempuan, hal hak milik perempuan, hal pertengkaran dalam rumah tangga, hal kemuliaan perempuan yang melebihi bidadari, juga ditulis dalam buku dengan tebal 98 halaman ini.

Yang saya tulis di atas hanya beberapa poin yang masih saya ingat dan merupakan poin besar yang bisa kita ambil dalam buku ini. Untuk hal lain, bisa ditanyakan di bawah karena kemungkinan jawabannya ada di buku ini tapi saya lewatkan.