Sudah lama sekali tidak menyentuh blog ini. Sudah beberapa
hari saya ingin menulis sinopsis dari buku-buku yang saya baca. Semoga hal ini
bermanfaat. Ini juga karena saya hampir tidak memiliki bias terhadap kegemaran
saya dalam membaca buku. Saya membaca buku hampir semua genre, semua sifatnya
menambah pengetahuan. Dari buku agama, politik, sastra, sosial, biografi,
filsafat hingga fiksi.
Dari kecintaan saya pada buku itu, saya ingin menularkan
kepada orang lain untuk membaca buku-buku yang bermanfaat. Rasanya sayang
sekali kalau buku-buku yang menurut kita bagus dan bermanfaat hanya berakhir di
dalam ingatan kita kan. Maka dari itu saya ingin mencoba mengisi blog ini
dengan review buku. Saya akan mencoba
sekeras mungkin untuk tidak mengikutkan bias saya dalam sinopsis nanti. Sering
kali kita menemukan orang yang pemikiran bahkan sifatnya berubah setelah HANYA
membaca satu buku. Maka saya mencoba untuk netral. Kalau tidak netral, boleh
protes ya di komen.
Saya bukan penulis yang baik jadi mungkin kalian akan
menemukan ide-ide yang loncat. Sekali lagi, monggo komen untuk kritikan yang
membangun hihi.
Kedudukan Perempuan dalam Islam
Penulis : Prof Dr Hamka
Penerbit : Pustaka Panjimas Jakarta, 1984
Saya bukan pengoleksi buku-buku lama. Buku ini saya ambil
dari rak buku ayah saya yang juga sangat menyukai buku. Bahkan ayah saya sampai
sekarang membacanya masih lebih cepat daripada saya.
Buku ini diterbitan karena pada saat itu mayarakat kita tidak
memberikan kedudukan yang layak bagi kaum perempuan. Ini dikarenakan munculnya
Rencana Undang-undang Perkawinan yang sekuler dan merendahkan martabat perempuan.
Padahal Islam selalu mengajarkan kita untuk menghargai perempuan karena
darimana kita lahir kalau tidak dari rahim seorang perempuan.
Perbuatan tidak menghargai perempuan digambarkan oleh penulis
melalui kehidupan masyarakat pada jaman jahiliyah. Mereka sangat malu ketika
istri mereka melahirkan bayi perempuan. Bayi perempuan kebanyakan langsung
dibunuh ketika lahir kala itu. Kalaupun dibiarkan besar, mereka hanya boleh
tinggal di rumah, tidak boleh diketahui siapapun dan hanya boleh mengerjakan
pekerjaan rumah layaknya budak. Sampai tiba waktunya dinikahkan, mereka
cepat-cepat memberikan anak perempuan mereka.
Perilaku Jahiliyah ini berlanjut sampai Rasulullah
menyebarkan agama, kebaikan dan kasih sayang yang ditunjukkan melalui
putri-putrinya. Beliau bahkan sering mencium putri mereka di depan para
Sahabat. Kecintaan tersebut dibalas pula oleh salah satu putri Rasul, Fatimah
yang sangaet sedih ketika Rasulullah sakit keras. Tapi kemudian kesedihan di
wajah Fatimah berganti dengan kecerahan di wajahnya ketika Rasulullah
membisikkan bahwa tidak lama setelah beliau meninggal, Fatimah juga menyusul.
Subhanallah.
Selain itu, banyak pula ayat Qur’an yang turun untuk
menunjukkan bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama. Ajaran Islam
lah yang kala itu menyelamatkan nasib dan martabat perempuan.
Pada saat itu perang untuk membela Islam juga banyak terjadi.
Kebanyakan muslimah merasa risau karena mereka melihat suami mereka berjuang
membela agama dan mereka hanya bisa di rumah menjaga keluarga. Kemudian salah
satu dari mereka bertanya pada Rasulullah mengenai kerisauan tersebut dan
Rasulullah menjawab bahwa kemauan mereka untuk menjaga rumah dan keluarga akan
mendatangkan pahala setara dengan pahala suami mereka ketika berperang dan
gugur di jalan Allah. Keadaan ini dijadikan pembanding oleh penulis dengan
keadaan saat itu, yang masih berlangsung hingga ini.
Pada saat itu, perempuan di Indonesia gencar menuntut bahwa
perempuan tidak seharusnya hanya bekerja di rumah. Perempuan juga harus ikut
berpartisipasi membangun negara dengan bekerja di ranah publik. Di ranah publik
pun, perempuan harus mendapatkan kesetaraan dengan pria di segala bidang. Penulis
tidak menyetujui hal ini karena menurutnya jika semua perempuan lebih memilih
bekerja di ranah publik maka mereka akan menyisihkan keluarga mereka. Menurut
penulis, kesetaraan bukan berarti laki-laki dan perempuan harus bekerja di
dalam satu yang ranah sama dengan porsi kerja yang sama. Kesetaraan juga bisa
diartikan dengan pembagian tugas yang adil antara laki-laki dan perempuan.
Laki-laki bekerja di ranah publik dan perempuan di ranah domestik. Oleh karena
itu, Allah bahkan menjanjikan perempuan pahala yang besarnya sama dengan orang
yang berperang membela Islam ketika perempuan berkemauan menjaga rumah, hak dan
martabat suami dan keluarganya di rumah. Dari kisah ini saya berpendapat bahwa
seharusnya ibu rumah tangga dimasukkan ke dalam kolom cita-cita , setara dengan
dokter, presiden, insinyur, dll karena pekerjaan mereka yang tanpa kenal waktu,
tanpa penghargaan bergengsi, hampir tanpa tanda jasa. Tapi tanpa ibu rumah
tangga, keluarga akan mudah goyah karena tidak ada tiang besar yang menopang
mereka.
Di buku ini juga dituliskan betapa kita harus memuliakan dan
taat kepada ibu. Bahkan ada kisah di dalamnya ketika seorang muslim yang taat
sakit keras tapi tidak kunjung juga meninggal. Ternyata dia memiliki kesalahan
kepada ibunya dan sang ibu tidak juga memaafkan. Kemudian Rasulullah berkata
bahwa anak itu akan dibakarnya saja karena sudah masa sakitnya yang sudah cukup
lama. Mendengar hal itu, sang ibu langsung memaafkan dan sang anak langsung
meninggal dengan ucapan memuji Allah.
Hal wasiat yang ditinggalkan untuk perempuan, hal hak milik
perempuan, hal pertengkaran dalam rumah tangga, hal kemuliaan perempuan yang
melebihi bidadari, juga ditulis dalam buku dengan tebal 98 halaman ini.
Yang saya tulis di atas hanya beberapa poin yang masih saya
ingat dan merupakan poin besar yang bisa kita ambil dalam buku ini. Untuk hal
lain, bisa ditanyakan di bawah karena kemungkinan jawabannya ada di buku ini
tapi saya lewatkan.